Rabu, 13 April 2011

Sejuta Alasan

Kenal Robert Budi Hartono? Pasti tau atau pernah denger tapi kenal ga? Kenal Rachman Halim? Atau kenal Louis C. Camilleri? Mungkin Kalau nama Poetra Sampoerna pasti pernah denger.

Kepada mereka lah perginya uang yang kita tukar dengan masa depan kita. Masa depan anak kita, istri kita, cucu kita. Kenapa masa depan? Karena rokok yang kita beli  sebenarnya adalah sebuah investasi buruk dimasa yang akan datang. Sementara mereka bergelimpangan harta, terbukti dengan masuknya mereka ke dalam daftar 40 orang terkaya Indonesia 2009 seperti Rudy Hartono (Djarum), Putera Sampoerna (Philip Morris - PT HM Sampoerna) dan Rachman Halim (Gudang Garam) (sumber). Rakyat Indonesia yang kebanyakan adalah orang miskin menjajakan sebagian uangnya setiap hari untuk membelikan para pemilik pabrik rokok sebuah mobil baru, rumah baru, menumpukkan deposito untuk masa depan anak mereka dan barang barang mewah lainnya.


Sementara bagi anak kita, para perokok? Masa depannya menjadi terancam karena ada kemungkinan bapak/ibu nya meninggal tiba-tiba karena serangan jantung. Ada juga kemungkinan di masa yang akan datang harta yang seharusnya menjadi hak waris anak kita justru habis untuk mengobati ayahnya yang sakit kanker paru-paru. Atau lebih parah...bisa jadi anak kita yang terkena penyakit berat akibat menjadi perokok pasif selama ini. Apa yang akan terlintas dipikiran kita jika suatu hari anak kita terkena penyakit paru-paru akibat ulah kita? Apalagi hingga akhirnya kita sebagai Ayah/Ibu harus menguburkan anaknya sendiri? Penyesalan?? Penyesalan memang tidak berguna tapi kepedihan akan tetap ada. 

Ingat Noor Atika Hasanah? Silahkan baca selengkapnya disini. Perokok bisa saja berkata bahwa dokternya aja yang nyalahin rokok, bisa aja penyakit itu bukan karena rokok. Sebenarnya, apa untungnya bagi si dokter dengan menyalahkan rokok. Kadang kita sebagai perokok sering merasa ada sebuah konspirasi besar untuk menyalahkan rokok, segala penyakit ditimpakan pada rokok, dan sebagainya. Padahal apa untungnya jika memang ada konspirasi seperti itu. Yang saya lihat justru sebaliknya, ada sebuah katakanlah "konspirasi" untuk menutupi segala keburukan tentang rokok agar para pemilik pabrik rokok bisa tetap mempertahankan gaya hidup mewah mereka! 

Sejuta alasan bisa dibuat untuk tetap merokok dan merokok lagi. Kita bisa berdalih, nyawa ada ditangan Tuhan. Memang benar, nyawa ditangan Tuhan tapi sebagai manusia kita punya pilihan, apakah kita ingin menghidupi anak kita atau para pemilik pabrik rokok? Apakah kita ingin menabung demi masa depan anak kita atau demi masa depan anak para pengusaha rokok? Apakah kita berani berjudi dengan usia kita dan mempertaruhkan masa depan anak kita? Apakah kita berani berjudi dengan nyawa orang yang kita cintai?

Mati memang Tuhan yang menentukan, tapi bagaimana cara kita mati adalah pilihan kita. Apakah mau menghadapi maut dengan penyesalan karena kebiasaan buruk kita? Pikirkan lah orang yang mencintai kita! Anak kita, Istri kita, teman-teman kita, apakah mereka rela kita pergi dari dunia ini karena kita dengan bodohnya mau menopang hidup para pemilik pabrik rokok? Kita bisa berkata, ini resiko saya sebagai perokok tapi apakah orang yang mencintai kita rela ditinggal kita? Apakah kita sanggup mengecewakan mereka yang mencintai kita? Mengecewakan anak kita?

Begitu juga dengan para karyawan dipabrik itu dan para petani yang men-supply tembakau bagi pabrik-pabrik rokok. Kita tidak kenal dengan mereka, apalagi anak-anak mereka. Ga perlu pikirkan mereka, pikirkan saja dulu keluarga kita, atau serahkan saja sama perokok lainnya sementara kita berhenti merokok dan mulai kehidupan baru yang bebas tanpa rokok. Egois? Mungkin iya bagi keseluruhan rantai suplai rokok, tapi pilih mana yang lebih kita sukai, dibilang egois oleh pemilik, karyawan, dan petani yang ga kita kenal atau dibilang egois oleh anak kita saat kita meninggalkan dunia ini akibat ke-acuhan kita pada tulisan peringatan pemerintah dibungkus rokok?

Memang siapapun bisa terkena penyakit keras seperti kanker paru-paru, serangan jantung, dan penyakit lainnya. Tapi menurut data, 80% dari penderita kanker paru-paru adalah perokok. Nilai signifikansi yang cukup tinggi bukan? Kurang lebih sama dengan peluangnya Michael Jordan melakukan free-throw sepanjang karirnya yaitu sebesar 83,5%! (sumber). Jika Jordan bisa mencetak skor dari garis free-throw dengan peluang sebesar 83,5% dengan mudah kita melihat garis yang menghubungkan antara latihan basket dengan free-thrownya Jordan. Tapi giliran kita melihat angka 80% penderita kanker paru-paru adalah perokok, maka garis yang menghubungkan antara kebiasan merokok (latihan basket pada kasus Jordan) dengan kanker paru-paru menjadi samar. Tanya kenapa!

Sejuta alasan bisa kita buat untuk rokok. Penghasil devisa negara? Apa negara mengakui itu? Negara malah menyebutkan pahlawan devisa adalah para TKI yang berjuang dinegeri orang, sebagian bahkan ada yang disiksa, diperkosa, dirampas, atau dibunuh. Rokok memang menghasilkan uang yang banyak bagi negara, tapi khususnya bagi pemilik pabrik rokok dan keluarganya. Namun apa yang mereka berikan bagi kita yang rela mempertaruhkan jantung atau paru-parunya? Negara ini tetap diisi oleh para wakil rakyat yang sebagian besar justru tidak merakyat dan tidak mewakili rakyat. Gaji mereka dibayar oleh pajak dan salah satunya sudah pasti dari cukai rokok. Lalu apa yang mereka beri pada kita? Piagam pun tidak. 

Memang setiap harinya kita hanya membelanjakan rata-rata 10.000 Rupiah untuk rokok. Bagi karyawan yang baru bekerja disebuah bank mungkin uang sebesar itu hanya kurang dari 1% gaji mereka, juga bagi para pegawai negri, BUMN atau swasta atau pengusaha. Banyak hitungan-hitungan finansial soal rokok ini, mari kita hitung lagi. 10.000/hari artinya selama 1 bulan kita menghabiskan 300.000 rupiah untuk industri rokok termasuk para pemilik rokok. Seseorang yang baru jadi ayah mengeluh soal harga susu yang mahal....dan dia sambil merokok. Seorang karyawan mengeluh gaji-nya tidak cukup untuk menabung, dia merenung....sambil merokok. Seorang pengusaha hanya bersedekah 10.000 Rupiah sebulan, tapi sehari-hari dia "menyedekahkan" 10.000 Rupiah kepada pemilik pabrik rokok yang sudah kaya raya itu. Seorang mahasiswa hanya mampu makan mie instan tapi setelah itu ia pun merokok, sementara pemilik pabrik rokok baru saja selesai makan direstoran mewah disebuah hotel di Amerika sana. Itu baru pengeluaran untuk rokoknya saja, belum "bawaan" rokok lainnya, kopi? teh botol? Hitung juga dengan biaya dokter dan obat akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh kita. Sistem kekebalan tubuh  dirugikan oleh merokok. Risiko tertular berbagai infeksi seperti demam biasa, penyakit pneumokokus invasif, bronkitis kronis, dan infeksi paru-paru dan pernapasan lainnya ditingkatkan oleh merokok (sumber).

Jangan tertipu oleh manisnya SPG rokok yang menawarkan rokok, jangan tertipu oleh iklan besar dipinggir jalan ramai yang nampak begitu mewah dan megah. Semua hanyalah tipuan-tipuan dari orang-orang kreatif yang dibayar oleh rokok yang kita beli. Apa hubungannya kuda putih dengan rokok? Apa hubungannya slogan "Ga ada lo ga rame" dengan rokok? Atau berbagai kelucuan yang di-iklankan oleh industri rokok, apa hubungannya dengan rokok? Jika kita sudah sakit akibat rokok, maka ga ada yang lucu untuk ditertawakan. Rokok hanya memberikan kenikmatan semu, oleh karena itu sulit mencari sesuatu yang dapat dihubungkan dengan rokok, sehingga mereka harus membuat image lain tentang rokok. Berbeda dengan iklan sabun yang menggunakan model cantik berkulit mulus, jelas hubungannya. Atau iklan kecap dengan gambar ayam goreng kecap...jelas hubungannya. Rokok??? Semua hanya tipuan, semuanya semu. 

Ini hanya sebuah tulisan untuk selalu menguatkan saya yang sedang dalam proses berhenti merokok. Demi anak saya, demi istri saya dan demi masa depan keluarga saya. Saat ini saya dalam hitungan hari ke 16 pada proses panjang ini, dan saya yakin dengan do'a dan dukungan keluarga serta kalian semua, saya akan berhenti merokok selamanya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar