Selasa, 12 April 2011

Sumbernya Permasalahan Ini Adalah Uang

Sepertinya kita semua tahu bagaimana pemerintah kita menyikapi rakyatnya yang sangat suka merokok termasuk saya 2 minggu lalu. Aturan larangan merokok tinggallah aturan, sama seperti pembubaran PKL di jalan Dalem Kaum Bandung, aturan dibuat hanya untuk formalitas, atau karena menjelang pemilu. Lagi pula Indonesia memang memiliki budaya rame-rame melanggar aturan. Contoh nih, lihat saja pengendara bermotor yang sekarang jumlahnya jutaan, lihat bagaimana mereka rame-rame melawan arus, rame-rame melibas lampu merah. Ga hanya pengendara bermotor, dinegara ini dari tukang sayur (ini beneran karena saya berbisnis dengan para tukang sayur) hingga pejabat rame-rame melanggar aturan, amanah, atau kesepakatan. 
Berbeda dengan negara maju seperti Amerika. Amerika Serikat sudah menerapkan berbagai aturan ketat pembatasan produk tembakau dengan pembatasan impor, pembatasan kandungan tar/nikotin sampai batas minimal, dan terakhir Presiden Obama menanda tangani Undang -Undang: Family Smoking Protection and Tobacco Control Act, yang membuat AS dapat menghemat anggaran untuk mengatasi penyakit akibat tembakau yang setahun mencapai 100 milyard USD, dan mencegah bertambahnya 1000 remaja penjadi pecandu nikotin tiap harinya (forum.um.ac.id). Apa yang Amerika lihat adalah efek atau keuntungan jangka panjang. Hal tersebut dapat dilihat dari penghematan anggaran kesehatan sebesar 100 milyar USD, mungkin ini terjadi karena anggaran kesehatan Amerika yang cukup besar. 

Sementara yang terjadi di Indonesia justru sebaliknya, hampir terjadi skandal nasional dibidang pembuatan Undang-Undang, ketika naskah Undang-Undang Kesehatan yang telah disahkan sidang Paripurna DPR, dan tinggal ditandatangani Presiden untuk kemudian diumumkan di Lembaran Negara, ada 1 ayat yang sangat vital yang menyebutkan :” tembakau adalah termasuk bahan yang aditif ( membuat ketergantungan ) hilang dari naskah. Dan kejadian ini ditanggapi oleh Sekretaris Jendral DPR dengan enteng : “itu hanya soal tehnis…” Tidak tertutup kemungkinan, bahwa dalam kasus ini terlibat uang dalam jumlah besar untuk membuat “kesalahan tehnis” itu. Yang berkepentingan dengan perluasan pemasaran produk tembakau tentu punya uang banyak, dan bukankah sudah terbukti di sidang Pengadilan Korupsi, bahwa penggelontoran uang illegal untuk membuat Undang-Undang sesuai yang dikehendaki pemesan itu memang benar adanya? (forum.um.ac.id). 

Hingga 2010 jumlah perokok di Indonesia mencapai 65.000.000 orang (berkurang 1 karena saya berhenti dua minggu lalu dan akan begitu selamanya!).  Dalam setahun industri rokok mampu meraup triliunan rupiah, tahun 2010 industri rokok mampu menyerap 177 triliun rupiah, dan mereka menargetkan tahun 2011 akan terjadi kenaikan sebesar 6% atau sekitar 188 triliun rupiah (indonesiafinancetoday.com). Itulah sebabnya kenapa tahun ini iklan-iklan rokok semakin gencar. Lalu berapa budget pemerintah untuk kesehatan? dan berapa persentase untuk kampanye anti rokok? Wajar kalau kampanye anti rokok selalu kalah karena pemerintah sendiri tidak peduli sehingga lebih banyak single fighter diantara lebatnya hutan billboard bertuliskan slogan-slogan rokok yang menarik. 

Omset sebesar188 triliun per tahun, omset penjualan ritel di Indonesia tahun ini saja targetnya hanya 100 triliun rupiah (sumber), penjualan avtur oleh Pertamina saja hanya 21 triliun (sumber) dan tiap tahun negara kita ini berhutang sebesar 100 triliun rupiah (sumber). Jadi perputaran uang yang sangat besar kan? Meskipun saya bukan ahli bisnis bertitel MBA, tapi tetap saja uang 188 triliun itu besar banget. Gayus aja "cuman" nilep uang sebesar 25 miliar bisa keluar masuk penjara dengan mudah. Apalagi uang ratusan triliun, pastinya ga sulit untuk "mesen" undang-undang. Ya begitulah Indonesia.....sedih.

Untuk lebih melindungi produsen dan perokoknya, pemerintah Indonesia  belum juga mau meratifikasi Konvensi Antirokok atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yaitu suatu hukum internasional dalam pengendalian masalah tembakau. Konvensi ini telah disepakati secara aklamasi dalam sidang WHO tahun 2003. Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia Pasifik yang tidak menandatangani dan belum melakukan aksesi FCTC (forum.um.ac.id). 

WHO memperkenalkan paket intervensi kebijakan efektif pengendalian tembakau yaitu:
1. meningkatkan pajak dan harga produk tembakau, 2. melarang iklan, promosi dan sponsor rokok, 3. perlindungan dari paparan asap rokok, 4. peringatan bahaya tembakau, 5. pertolongan pada yang ingin berhenti rokok, dan 6. memonitor penggunaan tembakau dan kebijakan pencegahan.

Mengenai Indonesia yang belum meratifikasi FCTC pasti banyak yang baru tau setelah baca tulisan diatas, saya juga baru tau. Bandingkan dengan protokol Kyoto mengenai global warming dimana Indonesia telah ikut menandatangani protokol tersebut, kita semua tau dan bangga tentang itu kan? Mungkin inilah salah satu alasan kenapa belakangan ini banyak rakyat Indonesia yang "Go Green". Sekali lagi ada keuntungan dibaliknya bagi "pemerintah" yaitu berupa "uang" dari ikutan meratifikasi proposal Kyoto, salah satunya adalah perdagangan karbon. 

Lihat berapa kerugian jangka pendek negara ini jika kita mengikuti FCTC, pajak rokok meningkat otomatis pemasukan bagi industri rokok akan berkurang, lalu pemasukan dari iklan, promosi dan sponsor rokok akan menurun karena industri rokok hidupnya bergantung pada promosi yang hebat. Promosi yang hebat mampu mengubah produk racun menjadi produk seperti madu. Lalu berapa yang harus dikeluarkan untuk pengadaan pertolongan bagi yang ingin berhenti merokok? 

Itulah mengapa sulit sekali untuk berhenti merokok di negara ini. 28% penduduk negara ini perokok, artinya ada sekitar dari setiap 4 orang Indonesia ada 1 yang perokok (sumber). Artinya bagi perokok yang ingin berhenti merokok pastinya akan sulit, bagi negara yang padat penduduknya nemu 4 orang tidaklah sulit sehingga setiap hari pasti kita melihat lebih dari 10 orang perokok baik itu dijalan, di mall, di mobil, kantor, dll. Sementara saat proses berhenti merokok, dorongan akan meningkat ketika melihat orang lain merokok.Belum lagi masalah yang dulu saya ungkapkan, sulitnya bantuan bagi orang yang ingin berhenti merokok (lihat disini). 

Memang dinegara ini uang lah yang berkuasa, sungguh mengenaskan bagi negara dengan penduduk muslim terbesar didunia. Bukankah seharusnya kita mencontoh Rasulullah? Beliau hidup sederhana kan? Jadi kenapa banyak umatnya di Indonesia yang serakah? Giliran masalah kawin lagi, banyak yang ingin mencontoh beliau. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar